etika
dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun
karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi
Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam
kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi
"Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi
"o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di
kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya
sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan
ejaan penjajah (Belanda)[rujukan?]. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya
karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
yang tidak boleh diubah[rujukan?]. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed
Soekarno
Di
beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno.
Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika
Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di
Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu
menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di
beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno
menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji Dalam
beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia
oleh negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno
dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden
Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam.
Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno
lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia
bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste
Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche
Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger
School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan
pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur.
Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno
di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak
bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian
ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif
menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Sebagai arsitek
Bung
Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoge
School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil
dan tamat pada tahun 1925.
Pekerjaan dan Karya di Bidang
Arsitektur
- Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur
bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya
bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun
rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
- Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang
beberapa rumah dan merenovasi total masjid jami' di tengah kota.
Pengaruh
Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa
menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai
Juli di tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat,
Kanada,
Italia,
Jerman Barat
dan Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia
secara holistik dan menampilkannya sebagai negara baru merdeka. Soekarno
membidik Jakarta
sebagai wajah muka Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional
yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi
oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek
seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu
beberapa arsitek yunior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga
dibuat melalui sayembara.
- Masjid
Istiqlal
1951
- Monumen Nasional
1960
- Gedung Conefo
- Gedung Sarinah
- Wisma
Nusantara
- Hotel
Indonesia
1962
- Tugu Selamat Datang
- Monumen Pembebasan Irian Barat
- Patung Dirgantara
- Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah
haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide
arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat
bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi
akhirnya melakukan
renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai
bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai
bertingkat untuk melakukan tawaf
- Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya
yang diresmikan pada tahun 1957
Kiprah politik
Masa pergerakan nasional
Pada
tahun 1926,
Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil
inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini
menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy, pada tahun 1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan memunculkan pledoinya yang
fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada
tanggal 31 Desember 1931.
Pada
bulan Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Soekarno
baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan
Jepang
Soekarno bersama Fatmawati dan
Guntur
Pada
awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun
akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai,
Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno,
Hatta, Ki Hajar Dewantara,
K.H Mas Mansyur
dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya
tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah
tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah
fasis yang berbahaya.
Presiden
Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia
aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah
merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk
untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada
tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang
kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan
Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang
sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah
Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi
kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun
keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara
lain dalam kasus romusha.
Masa
Perang Revolusi
Soekarno
bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari
delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia
Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia PPKI,
Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah
menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta
dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno
dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah
menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh
menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan
lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan
Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan
dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan
turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang
yang masih bersenjata lengkap.
Pada
saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui
kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di
Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah
Inggris) meledaklah Peristiwa 10
November 1945
di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena
banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan
Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala
pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama
revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945
tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap
negara yang lebih demokratis.
Meski
sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden
Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948
serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.
Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI)
dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia
internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta
adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat
menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah
Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI
Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada
Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden
konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah
berkonsultasi dengannya.
Mitos
Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung"
membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan
menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut
turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada
jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan
Udara.
Presiden
Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional.
Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno,
pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme
dan kolonialisme,
ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah
peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan
konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser
(Mesir),
Mohammad Ali Jinnah
(Pakistan),
U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak
negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya,
masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena
ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat
atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika
yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Kejatuhan
Situasi
politik
Indonesia
menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang
dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September
atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa
tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.
Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno
menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).
Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya
dalam politik.
Lima
bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.
Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat
tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno
kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[5] MPRS kemudian meminta Soekarno
untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun
disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS
pada 16 Februari
tahun yang sama.
Hingga
akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat
Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan
Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan
Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Sakit
hingga meninggal
|
Foto terakhir presiden soekarno. |
Kesehatan
Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.
Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan
agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih
pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya
meninggal pada hari
Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah
Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.
Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan
oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter
kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang
ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor
Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal
sebagai berikut:
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan
Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno
dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno
meninggal dunia.
- Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi
keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar
dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman
Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.
Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan
keesokan harinya bersebelahan
dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai
inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh
hari.
|
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Barat |
Peninggalan
Dalam
rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko "100 Tahun Bung Karno".
Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang
bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan
menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai
Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara
itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto
Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar
Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko
tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh
Perum Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan
juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu
pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Perangko
yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut menampilkan
gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan
ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia,
Soekarno, ke Kuba.
|
Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962. |
Setelah
kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas
dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan
pemikiran Bung Karno, Nation
and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara
itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan
benda-benda seni
maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra,
Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di
Arena Pekan Raya Jakarta.
Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat"
yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno
menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata
Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu
pos Soekarno.
Seseorang
yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan
Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang. Ia pernah
menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada
sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[8] Benda-benda tersebut antara lain
adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam
register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda
JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan
ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula
uang UBCN (Brasil)
dan Yugoslavia
serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland. Meskipun emas
yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang
memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Pada
bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal
selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu
The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam
bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.
Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan
solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah
menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di
Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili
ayahnya dalam menerima penghargaan.