5 DOSA SUHARTO PADA SUKARNO
Peralihan kekuasaan dari presiden
soekarno pada presiden soeharto diiringi kematian ratusan ribu orang. Sejumlah
kalangan menyebut peralihan kekuasaan itu sebagai kudeta merangkak. Setahap
demi setahap , soeharto mulai menggembosi kekuasaan soekarno.
Berangkat dari surat perintah 11
maret 1966, soeharto mulai bergerak cepat. Keesokan harinya dia membubarkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan didukung MPRS, PKI dinyatakan partai
terlarang.
Lalu soeharto mulai menangkap anggota
kabinet Dwikora yang diduga terlibat PKI. 16 menteri ditangkap walau tak jelas
apa peran mereka dalam gerakan 30 September. Saat itu soeharto bergerak
didukung mahasiswa dan rakyat yang anti-PKI.
Puncaknya, 7 maret 1967 MPRS
bersidang untuk mencabut mandat Presiden Soekarno kemudian melantik soeharto
sebagai pejabat presiden.
Proses pengambilan kekuasaan
antar rezim biasa terjadi. Tapi yang menyakitkan, Soeharto kemudian
memperlakukan Soekarnosebagai pesakitan. Rasanya tidak adil seprang proklamator
berjasa besar diperlakukan demikian.
Berikut dosa-dosa soeharto pada
Soekarno.
sukarno pada saat dikudeta di Wisma Yasoo. |
1. Menjadikan Soekarno tahanan rumah.
Soeharto menahan
Soekarno di Wisa Yasoo, Jl. Gatot
Subroto, Jakarta. Rumah ini dulunya adalah kediaman salah satu istri Soekarno,
Ratna Sari Dewi.
Di tahanan itu,
Soeharto melarang Soekarno menemui tamu. Dia diasingkan dari dunia luar.
Belakangan pemerintah Orde Baru juga melarang Soekarno membaca koran,
mendengarkan radio dan menonton televisi.
Akibat
pengasingan ini Soekarno mulai pikun. Sejumlah saksi menyebutkan Soekarno kerap
bisara sendiri. Dia kemudian sakit dan akhirnya meninggal, sakit ginjal dan
reumatik.
2. Tolak lokasi makam Soekarno
Soekarno pernah
berpesan ingin dimakamkan di kawasan Batu Tulis Bogor. Di tengah hamparan
sawah, pegunungan dan gemericik air sungai.
Tapi Soeharto
merasa terlalu berbahaya jika makam Soekarno terlalu dekat denga ibu kota
jakarta. Dia memindahkan lokasi penguburan ke Blitar, jawa timur. Alasan
Soeharto, Soekarno sangat dekat dengan ibunya dulu di Blitar.
Protes sejumlah
keluarga Soekarno tak didengar Soeharto. Rupanya Orde Baru masih khawatir
dengan kharisma pemimpin besar revolusi ini.
3. Membiarkan penyait Soekarno
Selama menjadi
tahanan politik, kondisi Soekarno semakin memburuk. Dia menderita penyakit
ginjal dan rematik.
Pemerintah Orde
Baru tak pernah memperlakukan Soekarno sebagai pemimpin besar. Mereka
memperlakukan Soekarno seperti penjahat politik yang berseberangan dengan
penguasa.
Tahun 1969, saat
Soekarno menghadiri pernikahan Rachmawati, itulah kala Pertama dia bisa keluar
dari tahanan rumah. Dengan pengawalan ketat Soekarno hadir.
Saat itu hampir
semua hadirin menangis melihat Soekarno yang tampak lemah, wajahnya
bengkak-bengkak dan kondisi fisiknya menurun.
4. Habisi para soekarnois
Orde baru
memandang Soekarnois atau pengagum ajaran Bung Karno sama berbahanya dengan
partai komunis indonesia (PKI). Maka saat pembunuhan itu, sering kali para
algojo tak ambil pusing apakah terget mereka Soekarnois atau Komunis.
Jika mau
melawan, sebenarnya massa pendukung Soekarno masih banyak. Begitu pula tentara
loyalis Soekarno.
Setidaknya ada
angkatan udara, KKO (sekarang marinir), Divisi Siliwangi dan Brawijaya yang
loyal padanya. Tapi Soekarno memilih mengalah, walau diperlakukan seperti
tawanan. Dia tak ingin ada banjir darah ladi di indonesia.
5. Jauhkan Soekarno dari orang-orang dekatnya.
Soeharto
melarang semua orang menjenguk Soekarno. Termasuk keluarga dekatnya . ada
pengawal kesayangannya Soekarno yang juga akhirnya dipenjara oleh Soeharto.
AKBP Mangil Martowidjojo
mungkin adalah perwira poilisi yang paling disayang Soekarno. Perwira polisi
ini adalah Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Bung Karno.
Mangil
mendampingi Soekarno mulai dari detik proklamasi, hijrah ke Yogyakarta hingga
melindungi Soekarno dari ancaman granat dan penembakan.
Tahun 1967
mangil tak membiarkan konvoi Soekarno dihadang tentara RPKAD. Dia adu gertak
dengan perwira RPKAD, sementara anak buahnya kokang senjata melindungi
Soekarno.
Setelah peristiwa
itu, Soeharto kemudian membubarkan DKP. Mangil pun terpaksa meninggalkan
Soekarno.
No comments:
Post a Comment